Blogger Widgets

Kamis, 14 Mei 2015

resensi buku kecerdasan otak



RESENSI BUKU
IDENTITAS BUKU
Judul Buku      : Strategi Jitu Meningkatkan Skor Tes IQ Anak Prasekolah
Penulis             : Burhan Elfanany
Penerbit           : Araska
Cetakan           : I, Februari 2013
Tebal               : 151 halaman

Penulis
Burhan Elfanany, lahir di Pati, 02 September 1997. Tahun 2003-2008 kuliah di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, UNY. Pada 2000-2003 sekolah di MA Sirojul Anam Pati setelah mengenyam sekolah pada 1990-1993 dari MTS Sunan Muria Pati. Pada 1984-1990 mengenyam pendidikan di MI Misnaul Huda Pati.

Ulasan Buku
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya  oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough sebagai berikut:
anak bersifat unik, anak mengekspresikan perilakunya secara relative spontan, anak bersifat ekspoloratif dan berjiwa petualang, anak bersifat aktif dan enerjik anak egosentris, anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal, anak kaya fantasi, anak mudah frustasi, anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak, anak memiliki daya perhatian pendek,dll.
Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun ternyata tidaklah benar. Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia PAUD atau TK (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Hasil penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, AS mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50% hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Hal ini menjelaskan bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal.
Sesungguhnya, setiap anak terlahir sebagai sosok yang memiliki kreativitas, tetapi memerlukan pengembangan. Sistem belajar sambil bermain merupakan cara terbaik yang dapat diberikan kepada anak usia dini. Dengan bermain, anak akan balajar mengenal aturan, disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian serta belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan belajar sambil bermain, maka secara otomatis daya pikir, imajinasi, emosi, dan sosialnya akan terstimulasi.
Pada anak usia dini belahan otak kiri dan kanan haruslah dirangsang secara seimbang. Belahan otak kiri dan kanan bekerja saling bergantung satu sama lain. Apabila tidak terbiasa menggunakannya secara seimbang, salah satu dari belahan otak yang jarang digunakan akan mengalami hambatan-hambatan dalam menjalankan fungsinya. Hal ini pula yang menimbulkan kemiskinan kreativitas pada anak-anak.
Kecerdasan anak dilihat dari pemahaman dan kesadaran terhadap apa yang dialaminya. Kemudian dalam pikirannya, pengalaman itu diubah menjadi kata-kata atau angka. Karena itu, pemahaman begitu penting karena pemahaman adalah kombinasi antara upaya memperbanyak masukan melalui pancaindra dan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Anak cerdas bukanlah karena keturunan. Dengan gizi dan stimulasi yang tepat anak bisa menjadi cerdas dan kreatif. Penelitian menunjukkan bahwa sumbangan faktor genetis terhadap intelegensi seseorang bekerja 40-80%. Merangsang kecerdasan anak sudah bisa dilakukan sejak dini. Bahkan, sejak dalam kandungan terus-menerus setiap hari dengan stimulasi yang bervariasi dan teratur, dengan cara merangsang otak kiri dan otak kanan bersama-sama.
Pada dasarnya cerebral cortex (bagian otak yang tepenting untuk mengingat, memperhatikan, menyadari, berpikir, mengerti bahasa dan lain sebagainya) bayi dalam kandungan sudah terbentuk pada usia 5-6 bulan, bila pada masa ini diperdengarkan musik ataupun dilakukan pemijatan lembut pada bagian perut akan dapat meningkatkan pertumbuhan intelegensi sang anak.
Kecerdasan merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat diwujudkan.
Selain itu, rangsangan yaang bervariasi dan dilakukan dengan kasih sayang akan melipat gandakan jumlah hubungan antar sel otak. Hal ini akan membuat sirkuit otak yang lebih kompleks, canggih, dan kuat, sehingga kecerdasan anak semakin tinggi dan bervariasi (multiple inteligence). Kualitas dan kompleksitas rangkaian hubungan antar sel-sel otak ditentukan oleh stimulasi (rangsangan) yang dilakukan oleh lingkungan kepada anak tersebut.
Sejak usia dini sudah dapat dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat istimewa. Sebagai contoh ada anak yang berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih mainan untuk anak berumur 6-7 tahun atau anak berumur tiga tahun tetapi sudah mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan anak usia 7-8 tahun.Di dalam keluarga hendaknya mencarikan teman yang cocok bagi anak-anak berbakat sehingga tidak merasa kesepian dalam hidupnya. Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang mendalam daripada hal-hal kecil dan remeh.
Masyarakat sering kali menilai IQ (ntellegence quotient) disamakan dengan intelegensi atau kecakapan. Padahal, IQ hanya mengukur sebagian kecil dari kecakapan. Justru anaka cerdas itu adalah anak yang bisa bereaksi secara logis dan berguna terhadap apa yang dialami di lingkungannya.
Untuk mengoptimalkan kecerdasan anak, orang tua harus meningkatkan cara belajar, membaca, dan mengulang. Selain itu orang tua juga mengenalkan strategi, mengambil keputusan  yang rasioanal, berpikir sambil bermain, humor, berdipikir kritis, dll. Selain itu juga harus menyeimbangkan otak kiri dan kanan dengan melalui pembiasaan. Misalnya menikmati musik dan kesenian, menikmati warna, ruang dan bentuk, menghargai kreativitas dan menghargai kepekaan perasaan. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kemampuan otak anak seperti melatih pencarian kata, latihan daya ingat, permainan jalan halang rintangan untuk otak, dan menulis atau menggambar dengan tangan kiri atau tangan kanan.
Dengan menyimbangkan kerja otak kiri dan kanan, anak bisa membaca lancar dengan pemahaman penuh, menulis secara kreatif, mengeja, mengingat, mendengar, berpikir sekaligus pada saat yang sama atau menjadi juara pada cabang olahraga tertentu. Semua itu perlu kordinasi otak kiri dan kanan dengan baik dan terlatih.
Langkah-langkah untuk menimgkatkan kecerdasan anak sejak dini, diantaranya: pemberian ASI, bermain permainan yang berpikir, bermain musik, membiasakan berolaharaga, menyingkirkan makanan siap saji, memberikan sarapan sehat, tingkatkan kesehatan, permainan, memupuk rasa ingin tahu, dan membiasakan membaca.
Tiga kebutuhan pokok untuk mencedaskan antara lain adalah kebutuhan fisik-biologis terutama untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik dan motorik; emosi-kasih sayang yang mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal; dan stimulasi dini yang merangsang kecerdasan-keceradasan lain.
Bila anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasaan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak akan mempunyai kecerdasan yang multipel. Jika menginginkan anak dengan kecerdasan multipel harus dilakukan perangsangan sejak bayi setiap hari pada semua sistem indera dengan mengajak berbicara, bermain untuk merangsang perasaan dan pikiran, merangsang gerak, dll.
Psikotes sering diasumsikan sebagai tes mengukur tingkat kecerdasan (IQ). Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, manun psikotes tak hanya mengukur intelegensi, tapi juga kepribadian seseorang. Psikotes bersifat kondisional artinya menguji kemampuan anak pada suatu kondisi tertentu. Sehingga bisa dikatakan tidak bisa mengukur kemampuan anak secara utuh dan berlaku selamanya. Untuk mengetahui kemampuan intelegensi dilakukan tes yang meliputi aspek psikologis, keterikatan terhadap tugas, dan aspek perkembangan sosial. Psikotes bertujuan untuk mengarahkan potensi dan minat anak.
Bila konsep cerdas yang digunakan adalah konsep cerdas secara kognisi, psikotes dapat dijadikan landasan untuk melihat taraf kecerdasan anak. Namun perlu diketahui bahwa anak tidak hanya cerdas kognisi tetapi masih ada yang lainnya. Psikotes bukanlah harga mati yang menentukan anak cerdas atau tidak. Tidak mutlak jika anak mendapatkan IQ tinggi menandakan ia pasti berprestasi di sekolah. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki yang harus diasah dan dilatih.
Intelegensi berarti keseluruhan kapasitas yang dimiliki seseorang  untuk bertindak secara terarah, barpikir secara rasioanl, dan beradaptasi secara efektif terhadap lingkungan. Tes IQ pada dasarnya lebih menekankan pada kemampuan (intelektual) dalam beradaptasi dengan lingkungan.
Tes IQ memiliki beberapa keunggulan, antara lain: dapat memberikan profil mengenai kekuatan dan kelemahan anak, bisa memprediksi prestasi akademis yang dapat dicapai anak, hasil tes IQ juga bermanfaat bagi anak yang mengalami  gangguan perkembangan.
Langkah-langkah mengembangkan kemampuan IQ pada anak, diantaranya: Ajak anak berbicara, ajarkan informasi dasar, tantang memori anak, ajarkan matematika, ajak bermain, ajak memecahkan masalah, berikan pertanyaan untuk memancing ide anak, bangun suasana keluarga yang hangat, memprioritaskan jam tidur anak, dll.
Kreatifitas bukan bergantung pada IQ. Anak yang kreatif memiliki taraf kecerdasan tinggi, tetapi belum tentu memperoleh angka tinggi dalam tes IQ, terutama yang mengukur kemampuan akademis. Kreatifitas anak merupakan proses pembelajaran yang terus menerus dan dilakukan sejak dini.

Kelebihan
            Buku ini bagus untuk dibaca orang tua untuk mengembangkan kecerdasan anak dan kreativitas anak. Menurut buku ini kecerdasan bisa dikembangkan sejak dini bahkan sejak masa dalam kandungan dengan cara memberi stimulus pada kandungan dengan berbagai cara, seperti mendengarkan musik atau memberikan pijatan, dll. Buku ini bisa menumbuhkan kesadaran orang tua bahwa kecerdasan bukanlah berasal dari keturunan tetapi kecerdasan anak bisa dikembangkan. Buku ini bisa memberikan petunjuk atau langkah-langkah orang tua untuk mengoptimalkan fungsi otak anak.
Kekurangan
            Kekurangan dari buku ini diantaranya pembahasannya tidak dibuat secara per subbab yang akan membuat pembaca akan sulit mengurutkan rangkaian pembahasan yang dijelaskan penulis. Dalam buku ini terdapat beberapa pengulangan pembahasan yang sudah dijelaskan pada materi sebelumnya yang sebenarnya cukup dijelaskan sekali saja dan apabila tidak dilakukan pengulangan akan membuat pembahasan buku ini lebih singkat dan mudah dimengerti secara cepat oleh pembaca.

Minggu, 10 Mei 2015

Teori belajar Konstruktivisme



TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
1.     Konsep Dasar Teori Belajar Konstruktivisme
Asal kata konstruktivisme adalah to construct yang artinya membangun atau menysusun. Menurut Von Glasersfeld (dalam Anggriamurti, 2009) bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.
Konstruktivisme adalah perspektif psikologis dan filosofis yang memandang bahwa masing-masing individu membentuk atau membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan pahami (Bruning et al., 2004).
Konstruktivisme bukanlah teori, tetapi sebuah epistemologi, atau penjelasan filososfis tentang sifat pembelajaran (Hyslop-Margison & Strobel, 2008 ; Simpson, 2002). Konstruktivisme tidak mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran ada dan harus ditemukan serta diuji, tetapi mengetengahkan bahwa siswa menciptakan pembelajaran mereka sendiri. Konstruktivisme membuat prediksi-prediksi umum yang dapat diuji. Asumsi utama dari konstruktivisme adalah, manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi diri mereka sendiri (Geary, 1995).
Konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Tujuan dari teori belajar konstruktivisme adalah menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar. Siswa akan termotivasi untuk dapat mengutarakan pemikirannya, pengetahuannya ketika terjadinya suatu proses belajar mengajar. Dan juga dapat mengembangkan pengetahuan siswa dalam hal mengajukan pertanyaan dan kemampuan untukmenjadi pemikir yang mandiri dan aktif.

2.     Karakteristik Teori Belajar Konstruktivisme
a. Memberi peluang kepada siswa untuk dapat membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
Siswa dapat berargumen, menyampaikan pengetahuannya, aktif di kelas. Siswa juga menghubungkan pengalaman yang dimilkinya dengan pembelajaran yang sedang ia hadapi, sehingga belajar menjadi lebih bermakna.
b.     Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan siswa.
Siswa diharapkan dapat bekerja sama dengan baik dengan tean sebayanya, berdiskusi dengan baik, agar ia dapat meningkatkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
c.     Menggalakkan siswa bertanya dengan berdialog antara murid dengan guru.
Guru memfasilitasi siswa agar dapat berdiskusi dengan temannya, atau dapat bertanya dengan aktif kepada gurunya untuk menambah pengetahuannya.
d. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
Proses belajar siswa memengaruhi hasil yang akan dicapai oleh siswa tersebut.S
e.       Menggalakkan proses inkuiri siswa melalui kajian dan eksperimen.
Guru memberikan permasalahan yang relevan dengan siswanya untuk dapat dikaji dan didiskusikan oleh siswanya.

3.     Tokoh-Tokoh Teori Belajar Konstruktivisme
Pengaruh besar yang mendorong kemunculan konstruktivisme adalah teori dan penelitian dalam ilmu perkembangan manusia, terutama teori-teori Piaget dan Vygotsky.
a.       Jean Piaget
Piaget dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989 : 159) menegaskan bahwa proses untuk menemukan teri dan pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam proses pembejaran adalah sebagai fasilitator dan moderator. Ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak, kegiaan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
ü  Asimilasi adalah proses kognitif di mana seseorang mengintegrasikan persepsi. Konsep atau pengalaman baru ke dlam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
ü  Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Menurut Piaget, perkembangan kognitif tergantung pada empat factor : pertumbuhan biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan social, dan ekuilibrasi. Ekuilibrasi mengacu pada dorongan biologis untuk menciptakan sebuah kondisi keseimbangan yang optimal antara struktur-struktur kognitif dan lingkungan (Duncan, 1995). 
ü  Akomodasai adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
Asimilasi dan akomodasi merupakan dua proses yang saling melengkapi. Ketika realita diasimilasikan, struktur-struktur diakomodasikan.perkembangan kognitif dapat terjadi hanya ketika disekuilibrasi terjadi. Ekuilibrasi berupaya menyelesaikan konflik melalui asimilasi dan akomodasi.
Hakikat anak menurut teori belajar konstruktivisme. Menurut Piaget, pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak tergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
TEORI PIAGET
·         Able to solve concrete (hands-on) problems in logical fashion
·         Understands laws of conservation and is able to calssify and seriate.
·         Understands reversibility.
Ø  Pengurutan
Ø  Klasifikasi
Ø  Decentering : memusatkan pada satu perhatian dengan melibatkan unsur-unsur
Ø  Reversibility
Ø  Penghilangan sifategosentrisme : untuk dapat menyatukan berbagai pemikiran-pemikiran yang pasti ada perbedaan dalam pemikiran-pemikiran tersebut.

b.      Lev Semenovich Vygotsky
Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vyotsky disebut konstruktivisme sosial. Vygotsky menmpatkan lebih banyak penekanan pada lingkungan sosial sebagai fasilitator perkembangan dan pembelajaran (Tudge & Scrimsher, 2003).
Seluruh fungsi mental yang lebih tinggi berasal dari lingkungan social (Vygotsky, 1962).
Ada dua konsep penting dalam konstruktivisme Vygotsky, yaitu :
·         Zone of proximal development
Jarak anatara level perkembangan aktual yang ditentukan melalui pemecahan masalah secara mandiri dan level potensi perkembangan yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bantuan orang dewasa atau dengan kerjasama dengan teman-teman sebaya yang lebih mampu.
·         Scaffolding
Pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudia mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
4.     Prinsip-Prinsip Teori Belajar Konstruktivisme
1.     Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2.  Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kepada siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar.
3.  Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
4.      Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
5.      Mencari dan menilai pendapat siswa.

Dalam hal ini, guru seharusnya membangun situasi-situasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat secara aktif  dengan materi pelajaran melalui pengolahan materi-materi dan interaksi sosial.
Prinsip-Prinsip penuntun untuk Lingkungan-lingkungan Pembelajaran Konstruktivisme
a.       Menghadirkan masalah-masalah yang semakin jelas relevansinya untuk siswa.
b.      Pembelajaran harus disusun di sekitar konsep-konsep pokok.
c.       Mencari tahu dan menghargai sudut pandang siswa.
d.      Harus mengadaptasikan kurikulum untuk memerhatikan asumsi-asumsi siswa.
e.       Menghimbau agar menilai pembelajaran siswa dalam konteks pengajaran.

5.     Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme memilki implikasi-implikasi penting bagi pengajaran dan rancangan kurikulum (Phillips, 1995). Konstruktivisme memberikan perhatian pada kurikulum-kurikulum yang terpadu dan merekomendasikan para guru untuk menggunakan materi-materi sedemikian rupa sehingga siswa menjadi terlibat secara aktif.
Hakikat pembelajaran menurut teori belajar konstruktivisme adalah pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepada pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilkinya.

Implikasinya dalam Pembelajaran :
1.  Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memilki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
2.  Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengethauan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh siswa. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3.     Siswa diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa.

Function of Teacher
The modern teacher is a facilitator : a person who assist student to learn for themselves.
Guru hanya membantu siswanya untuk dapat belajar dengan baik, untuk dapat aktif di kelas.

6.     Kelebihan dan Kekurangan Teri Belajar Konstruktivisme
a.       Kelebihan :
·    Dalam proses membina pengetahuan baru, siswa berpikir untuk menyelesaikan masalah, merancang ide, dan membuat keputusan.
·    Siswa akan lebih faham terhadap materi yang disampaikan oleh gurunya karena ia aktif bertanya. Karena dalam konstruktivisme ini, siswa dituntut untuk menggunakan pengetahuannya dan aktif bertanya.
· Siswa akan lebih mudah untuk mengingat suatu materi yang disampaikan, yang dipelajarinya, karena dalam konstruktivisme ini, pembelajaran adalah mempunya makna yang lebih dalam.
·     Siswa akan mahir dalam bersosialisasi, karena dalam konstruktivisme ini, siswa dituntut untuk dapat berinteraksi dengan baik dengan sesama temannya dan bekerjasama, serta berinteraksi dengan baik pula dengan guru karena aktif bertanya demi mendapatkan suatu pengetahuan baru.
·   Siswa akan termotivasi lebih untuk belajar demi mendaptlan ilmu pengetahuan yang baru.
·  Menyenangkan, belajar bagi siswa akan terasa menyenangkan karena dengan siswa berusaha untuk aktif ketika proses pembelajaran itu terjadi.

b.      Kekurangan
·          Peran guru kurang mendukung akan keberhasilan siswa dalam belajar
·    Karakteristik setiap siswa berbeda-beda, tidak semua siswa dapat aktif dalam belajar, apalagi ketika proses pembelajaran berlangsung, ada saja siswa yang tidak berani untuk dapat aktif.
·      Penekanan terhadap relativisme, yaitu pandangan bahwa semua bentuk pengetahuan dapat dibenarkan karena dibangun oleh para siswa terutama jika pengetahuan-pengetahuan tersebut mencerminkan konsesus masyarakat.